Filsafat Stoa - Metode Membentuk Pemimpin Bangsa
Foto oleh Jose Antonio Gallego Vázquez dari Pexels 'Pemimpin tak lahir karena Ijazah, tapi oleh kerja keras dan kepedulian yang terus diasah'. Najwa Shihab |
Berbagai kisah dan tradisi di masa lalu menunjukan bahwa para calon pemimpin bangsa terlahir dengan kecerdasan dan disertai Etika dan Keimanan yang terlihat dalam cara berpikirnya dan tingkah lakunya. Bahkan ada pemimpin yang memilih berpuasa seperti Mahatma Gandhi untuk menghindari bentuk kekerasan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Terlepas dari banyaknya pemimpin yang dzalim, masih banyak pula para pemimpin dari berbagai era yang telah memperlihatkan kebijaksanaan dalam negaranya, yang tercatat dalam sejarah dunia.
Namun sayangnya,. kegemilangan pemimpin hebat itu tidak melulu diikuti oleh calon maupun pemimpin di era pasca-modern ini. Sebab banyak pemimpin yang lebih mengutamakan kekayaan, kepopuleran dengan berwajahkan kepalsuan. Artinya kebajikan tidak lagi menjadi hal yang harus mendominasi sebuah pengorganisasian suatu negeri melainkan hanya hawa nafsu yang di gelorakan.
Nah untuk mengembangkan sikap pemimpin yang baik dan benar seperti yang di inginkan banyak orang maka salah satu metodenya berada di dalam pemahaman aliran Filsafat Stoa.
Filsafat Stoikisme atau disebut Filsafat Stoa adalah sebuah aliran atau mazhab Filsafat Yunani Kuno yang berdiri di kota Athena, oleh Zeno. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Filsafat Stoa baru didirikan tahun 108 SM, artinya setelah Filsuf Zeno.
Cleanthes dan Chrysippus sebagai orang yang mempertahankan sekolah Stoa. Dimana Cleanthes dikenal karena menyumbangkan gagasan mengenai korelasi Etika dengan Teologi atau sudut pandang Iman. Sedangkan Chrysippus memeliki tulisan berjumlah 705 buku, yang 90% sebagai literatur doktrin Stoikisme (telaah tentang perbintangan dan astronomi.
Sekolah atau aliran Stoa ini memiliki ajaran yang luas dan beragam, yang pijakannya dapat disimpulkan meliputi perkembangan Logika, Fisika dan Etika. Dimana Logika, di dalamnya terbagi-bagi menjadi Retorika dan Dialektika. Sedangkan Fisika dan Etika meliputi Teologi dan Politik, serta dalam Etika adalah bagaimana manusia memilih sikap hidup dengan menekankan hidup pasrah atau sabar menerima keadaannya di dunia. karena dalam pandangan filsafat Stoa, sikap itu merupakan cerminan dari kemampuan nalar manusia, bahkan itu adalah kemampuan tertinggi dalam aliran ini.
Filsafat Stoa, secara kultural memiliki perbedaan tajam dengan cara menangani suatu permasalah internal diri seseorang, akibatnya filsafat Stoa dapat menjadi salah satu aliran filsafat yang dapat menjadi panduan bagi para calon pemimpin, dalam berbagai bidang, yang hendak mencapai kebijaksanaan Stoicism atau Stoikisme yang dikembangkan oleh para orang bijak dari Yunani dari 2000 tahun lampau.
Berangkat dari pemikiran filsafat Yunani dan Barat pada umumnya, Filsafat Stoa sebenarnya tidak berhenti pada intellectual exercise, yang bertujuan untuk memiliki pandangan atau konstruksi pengetahuan terhadap berbagai fenomena kehidupan. Dimana Stoikisme lebih tepatnya merupakan metode, yang membutuhkan kedisiplinan dan pengorbanan, untuk mencapai kebijakan atau "kebebasan sejati".
Filsafat Stoik atau Stoa sendiri mengacu pada sikap yang tidak menunjukan perasaan atau emosi, terutama ketika menghadapi situasi yang biasanya menimbulkan emosional. Sebab jika dilihat pada pola pikir Stoikisme yang di bangun pada masa Zeno bersama Kaum Stoa lainnya, terutamanya mengedepankan, Kebajikan adalah hal tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia, karena kebajikan sendiri sudah cukup mencapai kebahagiaan.
Dan etika adalah tema yang paling sering dibicarakan kaum Stoa. Bagi mereka, pengendalian diri sangat penting untuk bisa mencapai kebajikan karena etika Stoa berpijak pada prinsip kebajikan (virtue). maka jelas pertarungan paling sengit adalah mengenai kebijaksanaan dan pengendalian diri manusia melawan kesenangan diri. Dan dapat mengenadakan pengendalian diri, seseorang bisa terlepas dari berbagai emosi negatif dan nafsu yang membuat kebajikan dalam dirinya terbenam.
Terlebih ajaran Filsafat Stoa meniadakan atau menolak pengaruh hal-hal yang bersifat eksternal semisalnya Kekayaan dan Reputasi. Dan juga meniadakan pengaruh suatu hal yang membengkokkan nalar atau akal. Semisalnya ketakutan terhadap kematian, takut kepada Dewa atau Tuhan
karena menganggap akan adanya peristiwa-pwristiwa buruk yang akan menggangu kebahagiaan.
Berangkat dari keistimewaan filsafat Stoa terkait pengendalian diri dan melawan godaan yang bisa meleburkan diri dalam kenistaan lewat pandangan etika sebagai pedoman tertinggi mencapai kebahagiaan di atas. maka filsafat Stoa adalah metode yang baik dan relevan dengan keinginan membentuk sikap dan pemikiran seorang calon pemimpin.
Terakhir argumen filsafat Stoa yang sejalan dengan keinginan memiliki pemimpin masa depan dan selaras dengan kebiasaan pemimpin-pemimpin saat ini yakni, menurut filsafat Stoa, Indikator terbaik untuk mengukur tingkat kebajikan seseorang bukan dengan hanya melihat apa yang keluar dari mulutnya, akan tetapi yang terlihat pada perilakunya. Sebab Kebajikan tidak bisa "dipalsukan". Tak bisa hanya jadi pencitraan. Ia merupakan hasil dari disiplin dan pengendalian diri yang memerlukan proses yang tak singkat.
Nah, demikianlah sebuah aliran Filsafat yang bisa di gunakan untuk menciptakan kondisi yang lebih tenang dan nyaman dengan landasan Etika dan upaya mengendalikan nafsu keserakahan. Dari itu semua maka aliran Filsafat Stoa juga dapat digunakan untuk mengadakan seorang pemimpin dengan sikap yang lebih terarah dan tenang, dengan menolak sikap memperkaya diri dan menolak hal yang membengkokkan nalar. Karena kebajikan adalah hal utama untuk mencapai kebahagiaan, dan menolak mentah-mentah kepalsuan..
Semoga Indonesia bisa memiliki pemimpin yang di inginkan banyak masyarakat.. terima kasih
0 Response to "Filsafat Stoa - Metode Membentuk Pemimpin Bangsa"
Post a Comment