6 Pemikiran Filsafat Al-Kindi
Sejarah sains dalam Islam tidak terlepas dari sosok Abu Yusuf Yaqub bin Ishaq Al-Kindi. Dia adalah seorang pendorong dalam tradisi filosofis dan karena itu disebut sebagai bapak Filsafat Islam. Dengan kata lain, Al-Kindi adalah orang yang pertama hadir untuk menjembatani antara Agama dan Filsafat. Lewat aktivitasnya dalam menerjemahkan karya-karya Yunani kuno ke dalam bahasa Arab. Kemudian memadukannya dengan ajaran Islam.
Tulisan-tulisan al-Kindi terkenal dalam bidang kajian metafisika dan dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul Fi al-Falsafa al-Ula (Filsafat Pertama). di balik bukunya itu, Al-Kindi mengemukakan banyak perspektif dan gagasan yang menarik, seperti yang tercantum di bawah ini.
1. Pandangan Al-Kindi tentang Agama dan Filsafat
Sebagai filsuf Islam Arab pertama yang berhasil menggabungkan filsafat dan agama. Dalam pandangannya wahyu (agama) dan filsafat tidak bertentangan karena filsafat adalah usaha manusia yang sistematis untuk mencari kebenaran, sedangkan agama adalah sumber kebenaran itu sendiri.
Al-Kindi mengungkapkan bahwa filsafat dan agama mengatakan kebenaran, dan filsafat tertinggi adalah filsafat agama. Karena pada dasarnya ilmu agama dan filsafat adalah dua hal yang saling berkaitan, dan sudah menjadi keharusan bagi manusia untuk memahami keduanya.
Al-Kindi menganjurkan bahwa filsafat harus diterima sebagai bagian dari budaya Islam. Karena filsafat adalah pengetahuan tentang kebenaran. Filsuf Muslim, seperti filsuf Yunani, percaya pada kebenaran jauh di atas pengalaman.
Lebih lanjut, Al-Kindi menganggap filsafat sebagai ilmu yang luhur, ilmu tentang sebab dan realitas ilahi yang pertama, sebab dari semua realitas lainnya. Dia menggambarkan filsafat sebagai sains dan kebijaksanaan dari semua kebijaksanaan.
2. Pemikiran Al-khindi tentang
Filsafat Ketuhanan ( Tuhan)
Untuk membuktikan keberadaan atau wujud Tuhan, Al-Kindi mengandalkan keberadaan gerak, multiplisitas, dan keteraturan alam sebagai argumen yang sering dikemukakan oleh para filsuf Yunani.
Selain itu, Al-Kindi menganggap filsafat ketuhanan memiliki derajat atau status tertinggi dibandingkan dengan filsafat lainnya. Dia memandang diskusi tentang Tuhan sebagai status filsafat tertinggi posisinya. Karena kebenaran sesungguhnya bersumber dari Tuhan.
Tuhan dalam filsafat al-Kindi memiliki esensi dalam arti an-niyah dan ma'hiyyah. Tuhan bukanlah benda dan tidak termasuk benda-benda yang ada di alam. Dia adalah pencipta alam. Itu tidak terbuat dari materi dan bentuk.
Dan sebagai Sang Pencipta, menurut pemikiran ketuhanan Al-Kindi, Tuhan adalah Pencipta segala bentuk, menciptakan dari ketiadaan, termasuk gerak itu sendiri.
Oleh karena itu, menurut Al-Kindi, Tuhan adalah wujud yang benar (haq) yang semula tidak ada dan kemudian ada. Ketiadaan selalu tidak mungkin. itu selalu dan akan selalu begitu. Oleh karena itu, Tuhan adalah wujud yang sempurna, dan tidak ada wujud lain, yang tidak berakhir pada wujudnya, dan tidak ada wujud selain Dia.
3. Filsafat Metafisika Al-Kindi
Al-Kindi mendefinisikan metafisika sebagai pengetahuan tentang hal-hal ketuhanan, yang dalam konsep Aristoteles disebut penggerak tak bergerak. dan menurutnya, metafisika tidak hanya menyangkut tataran manifestasi, tetapi juga ajaran Islam.
Di sinilah aspek-aspek penting dan signifikansi metafisika Al-Kindi layak ditelaah sebagai pendekatan doktrin, tetapi melalui jalur nalar. Melalui teks asli kita tidak menemukan unsur konflik antara ajaran dan akal sama seperti tidak ada konflik antara filsafat dan ajaran Islam.
4. Pemikiran Al-Kindi tentang Jiwa atau Ruh
Jiwa atau ruh merupakan salah satu pembahasan Al-Kindi. Dia juga filosof muslim pertama yang membahas hakikat spiritualitas secara detail. Al-Kindi percaya bahwa roh memiliki esensi dan keberadaan yang terpisah dari tubuh dan tidak bergantung satu sama lain. Jiwa itu spiritual dan ilahi. Pada saat yang sama, tubuh (jisim) memiliki nafsu dan amarah.
Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah Jauhar Basith (tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, tidak dalam, tidak lebar). Jiwa itu penting, sempurna, mulia. Esensi jauharnya berasal dari esensi Allah SWT (Tuhan). Dia membandingkan hubungannya dengan Tuhan dengan cahaya dan matahari.
Al-Kindi membagi roh atau jiwa menjadi tiga kekuatan, yaitu kekuatan keinginan, kekuatan amarah dan kekuatan berpikir. Dalam pandangannya, kekuatan yang terpenting adalah kekuatan berpikir, karena dapat mengangkat keberadaan manusia ke tingkat yang lebih tinggi.
Al-Kindi membandingkan daya bernafsu manusia dengan seekor babi, daya nafsu amarah dengan seekor anjing, dan daya pikiran seperti malaikat.
Dengan begitu orang yang dikondisikan oleh nafsu semua tujuan hidupnya seperti babi, yang dikondisikan oleh nafsu marah seperti anjing, dan yang dikondisikan oleh akal, akan memahami hakikat dan menjadi manusia utama yang hampir menyerupai sifat-sifat Allah seperti hikmah, keadilan, kemurahan hati, kebaikan, mengutamakan kebenaran dan keindahan.
5. Pemikiran Politik dan Negara Al-Kindi
Al-Kindi tidak secara langsung menjelaskan bagaimana sebuah negara harus dibentuk. Namun, yang menarik dari filosofi politik Alkindi adalah ia menaruh perhatian pada pemikiran etis dan moral kebahagiaan rakyat. Dalam konteks kebangsaan, dapat diartikan sebagai upaya pemimpin untuk membawa kebahagiaan bagi rakyat.
Lebih lanjut, Al-Kindi melihat keadilan sebagai keseimbangan. Baginya, kekuatan terbesar manusia adalah kekuatan jiwa, yaitu kemampuan manusia untuk menahan nafsu dan amarahnya.
Seperti yang dikatakan (Mulyadhi Kartanegara), Al-Kindi selalu berupaya membawa kebahagiaan bagi orang lain dan mencegah kesengsaraan dalam konteks negara dan masyarakat. Menurut al-Kindi, kesedihan adalah penyakit jiwa yang menghalangi kebahagiaan manusia.
6. Ide Pendidikan Al-Kindi
Gagasan pendidikan Al-Kindi didasarkan pada pengetahuan etika, yaitu pencapaian kebajikan dan penolakan kejahatan melalui konseptualisasi Al-Qur'an dan Hadits.
Seperti yang telah kita lihat, Alkindi percaya bahwa tujuan akhir filsafat terletak pada hubungannya dengan moralitas. Padahal tujuan seorang filosof adalah untuk mengetahui kebenaran dan kemudian mengamalkannya.
Demikian kebijaksanaan, aksi dan refleksi merupakan hasrat tertinggi manusia yang tertanam ke dalam dirinya, tanpa menyamakan pengetahuan dan kebijaksanaan seperti yang dilakukan Socrates.
Oleh karena itu menurut Al-Kindi, tujuan pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan etika atau ilmu budi pekerti adalah untuk memperoleh kebijaksanaan dan menghindari keburukan.
Pengetahuan tidak hanya membedakan antara yang baik dan yang jahat, tetapi juga berkontribusi pada kemurnian jiwa, dan ini adalah satu-satunya cara untuk menggabungkan keduanya. Dan ide pendidikan ini juga tidak semestinya terlepas dari ajaran Al Quran dan Hadits Rasulullah SAW.
0 Response to "6 Pemikiran Filsafat Al-Kindi"
Post a Comment