Mengurai Posisi Ilmu Politik dalam Agama Islam
Beberapa tahun belakangan di negara Indonesia, terdapat fenomena yang cukup memperihatinkan dimana pandangan sebagian besar masyarakat terhadap Politik mengalami defisit kebanggaan dan krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan itu berimbas pandangan sebagian masyarakat muslim Indonesia mulai terhegemoni dengan stigma bahwa Islam tidak memiliki kewajiban untuk ikut berpolitik atau ikut serta dalam perpolitikan nasional.
Padahal, jika dimaknai dengan baik dalam politik Islam, lebih mudah memperjuangkan cita-cita keadilan dan kesejahteraan universal selama ada tambahan arah perjuangan yang mewakili rakyat. Nah atas dasar itu, coba kita lihat seperti apa politik dalam perspektif Islam?
Islam dan politik adalah dua hal yang berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan. Karena Islam sendiri mengatur lebih dari urusan ritual keagamaan, Islam adalah agama yang “sempurna dan lengkap”, oleh karena itu Islam mengatur segala aspek kehidupan, termasuk urusan sosial budaya dan pemerintahan. Hal ini terungkap dalam literatur intelektual Islam atau yang disebut “Ilmu Siyasah” yang mengatur masalah politik.
Pemahaman bahwa Islam tidak mengizinkan politik. Kata-kata ini tentu saja terbantahkan karena Islam telah menunjukkan hal ini dalam sejarah perjuangan sebagian besar Nabi dan Rasul pada masanya, yang tidak hanya berperang secara fisik tetapi juga mengambil langkah-langkah persuasif, melalui argumen diplomatik, untuk menawarkan ide dan pemikiran masalah-masalah yang memecah belah umat.
Dalam Islam, buku yang pertama menguraikan ayat-ayat politik Islam adalah Al-Ahkam As-Sulthaniyyah karya Imam Al-Mawardi, dan buku pertama yang membahas metode politik Islam ialah buku Siyasah Al-Mulk (Politik dan Kepemimpinan Raja). masih banyak rujukan yang bisa dijadikan sebagai pembuktian lainnya.
Ada juga beberapa hal yang menarik tentang aspek Islam lainnya, Islam sendiri memiliki beberapa kriteria dalam memilih pemimpin, yang kriterianya di rujuk dari sejarah kepemimpinan Muhammad SAW, sebagaimana berikut:
1. Siddiq (kejujuran)
Aspek ini merupakan salah satu kriteria utama dalam memilih dan menjadi pemimpin, terlebih Rasulullah SAW adalah orang yang berkata jujur. Bahkan dalam suatu hadist, Rasulullah SAW bersabda, "Katakan yang benar sekalipun itu pahit. (HR. Imam Baihaqi)
2. Amanah (Terpercaya)
Semua orang pasti menginginkan sosok pemimpin atau orang yang bisa dipercayai ketika memberikan wewenang atas nama kekuasaan memiliki sikap amanah.
Sikap amanah adalah salah satu sikap utama yang di miliki oleh Rasulullah SAW. Selain memiliki sifat amanah. Rasulullah SAW juga disebut dengan gelar Al-Amin “Terpercaya”. Sebuah gelar yang dianugerahkan kepadanya sebelum diangkat menjadi Nabi.
3. Tabligh (Penyampaian)
Pada dasarnya seorang pemimpin semestinya memiliki kemampuan berbicara yang baik, terlebih dalam hal menyampaikan hikmah ilahi dan kebaikan kepada orang lain (rakyat) dengan tujuan di pahami dan di Imani sebagai pedoman dalam hidupnya. Sebagaimana sabda Rasulullah yang berbunyi “sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ". (HR. Bukhari)
4. Fathanah (kecerdasan)
Fathanah merupakan kecerdasan, terkhusus kecerdasan intelektual, emosional dan spritual.Termasuk berpikir dan perihal kebijaksanaan dalam mengambil suatu keputusan.
Seperti halnya, Rasulullah yang dikaruniai ilmu, sehingga Nabi sangat cerdas dalam menghadapi permasalahan kehidupan umat. Karena misi yang bijak adalah kunci kemakmuran. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus diuji terhadap kriteria ini.
Selebihnya dengan kriteria yang diajukan diatas Islam berpandangan bahwa politik Islam dengan pemimpin yang mumpuni dapat membawa pada kenyataan tentang bentuk perubahan baru dalam upaya mensejahterakan rakyat sekaligus membuktikan bahwa politik dan Islam tidak boleh dipisahkan dalam tatanan kehidupan saat ini.
Sebagaimana dikatakan Imam al-Ghazali “agama dan negara tidak dapat dipisahkan: agama adalah pondasi dan pemerintah adalah penjaganya”.
Demikianlah argumen Islam untuk melawan pandangan liberal yang sekarang terbangun dalam masyarakat modern yang menyatakan bahwa IsIam tidak memperbolehkan penganutnya berpolitik karena tidak ada dalam agama IsIam.
(AB)
0 Response to "Mengurai Posisi Ilmu Politik dalam Agama Islam"
Post a Comment