Proses Memperoleh Pengetahuan Sejati menurut Karl Popper
Karl Popper (1902-1994) lahir di Himmelhof-Wina pada 28 Juli 1902. Namun, ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Inggris. Popper tumbuh dan berkembang di lingkungan akademis. Ia memiliki ketertarikan pada dunia intelektual sejak dini. Ia kemudian terkenal sebagai filsuf ilmu pengetahuan terbesar abad ke-20.
Dimana beliau merupakan seorang filsuf terkenal pada abad ke 20. Semasa hidupnya, Popper menciptakan karya fenomenal yang tertuang dalam empat bukunya yang berjudul The Logic of Scientific Discovery, The Open Society and Its Enemies, The Poverty of Historicism dan Conjectures and Refutations.
Dalam buku-buku tersebut, Popper berusaha memecahkan permasalahan mendasar dengan keutuhan ideal, kecerahan, kesederhanaan dan orisinalitas yang mempunyai implikasi universal bagi pertumbuhan filsafat, ilmu pengetahuan, pendidikan bahkan seni.
Falsifikasi Pengetahuan menurut
Karl bPopper
Berbagai upaya yang melandasi pencarian batas-batas sebenarnya ilmu pengetahuan dalam tradisi keilmuan barat tidak hanya melahirkan paradigma-paradigma baru, namun juga melahirkan berbagai metodologi yang diyakini dapat menjamin kebenaran-kebenaran baru yang diperoleh. Menurut Francis Bacon, pengetahuan yang benar dan ilmiah diperoleh melalui penerapan metode induksi berdasarkan eksperimen dan observasi.
Pendapat Bacon ini bertentangan dengan pendapat rasionalis Descartes yang meyakini bahwa pengetahuan sejati didasarkan pada beberapa prinsip “Cogito Ergo Sum” – yang cenderung memenuhi syarat-syarat yang jelas dan jelas bagi suatu gagasan hingga tidak dapat atau dapat diragukan lagi.
Di sisi lain, ada pula pendapat kaum positivis yang menyatakan bahwa kebenaran ilmu pengetahuan harus memenuhi beberapa syarat yang antara lain:
1. dapat diamati (observable)
2. dapat diulang (repeatable)
3. dapat diukur (measurable)
4. dapat diuji (testable) dan
5. dapat diprediksi (predictable).
Dalam langkah pengamatan yang ditemukan oleh kaum positivis ini, terdapat dominasi yang sering dianggap paling logis dalam pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
Nah, karena pandangan dominan tersebut, maka muncullah aliran pemikiran baru bernama Positivisme Logis yang termasuk dalam kelompok pemikir yang dikenal juga dengan sebutan Lingkaran Wina. Para positivis logis ini adalah para filsuf dan ilmuwan yang mempunyai kecenderungan anti terhadap metafisika spekulatif.
Fungsi utama filsafat menurut para pemikir Lingkaran Wina adalah studi tentang metodologi ilmiah dan klarifikasi konsep-konsep ilmiah. Lebih lanjut ditegaskan bahwa suatu proposisi harus bermakna apabila dapat diuji dengan pengalaman dan dapat dilakukan melalui observasi “observatif”. Maka Hanya ungkapan bermakna inilah yang dapat dijelaskan secara empiris, yang kemudian dianggap oleh kaum positivisme logis sebagai pengetahuan sejati.
Pendapat kaum positivisme logis selanjutnya dikritik oleh Karl Popper. Popper berpendapat bahwa manusia tidak mungkin mengetahui semesta pengetahuan jika hanya mengandalkan verifikasi empiris. Misalnya kasus angsa putih dan angsa hitam. Semua orang Eropa secara seragam percaya selama ratusan tahun bahwa semua angsa berwarna putih, karena mungkin berdasarkan pengalaman mereka, mereka belum pernah menjumpai angsa selain angsa putih.
Kemudian, kepercayaan tersebut runtuh ketika para pelancong Eropa menemukan angsa hitam di Sungai Victoria di Australia pada pertengahan abad ke-17. Dengan penemuan ini, keyakinan yang selama ini dianut oleh orang-orang Eropa terbukti salah. Contoh yang menyerupai kasus ini dapat ditemukan di “Dunia Objektif”. Oleh karena itu, bagi Popper, teori pengetahuan selalu bergerak, varian, hipotetis, dan dugaan.
Nah, sebagai penguatan argumentasi, secara historis memang pemikiran genealogis Popper cenderung berbeda dengan rasionalisme konvensional Descartes yang menekankan bahwa ilmu pengetahuan berasal dari akal. Rasionalisme Popper adalah pandangan bahwa akal dapat menemukan kebenaran, namun akal juga harus mempunyai keterbukaan untuk mengakui bahwa pengetahuan bisa saja salah dalam hal mendekati kebenaran.
Sampai disinis dapat kita mengerti bahwa rasionalisme Popper di sini menunjukkan upaya penyelesaian masalah dengan kecenderungan pada akal. Tidak lain adalah pikiran jernih dan pengalaman yang bertumpu pada perasaan atau hawa nafsu. Sebab menurut Popper, observasi dan eksperimen selalu menekankan teori pengujian. Sesuai dengan prinsip empiris yang menyatakan bahwa dalam ilmu pengetahuan hanya dapat diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman.
Dalam konteks ini Popper selalu mengkontraskan metode objektif dengan metode subjektif. Mirip dengan pendekatan objektivitas, pengetahuan dilihat dari dimensi makro permasalahan. Pada saat yang sama, pendekatan subjektivitas juga mengandung perspektif rasionalis. Kedua aspek aliran ini membentuk garis yang memisahkan pengetahuan subjektif dengan pengetahuan objektif.
Pengetahuan subjektif merupakan suatu disposisi psikologis, sedangkan pengetahuan objektif adalah pengetahuan yang dilihat dengan sendirinya, pengetahuan yang terpisah dari subjek pendukungnya (pengetahuan tanpa pengetahuan tentang subjek). Popper mencoba menjembatani keduanya dan memberikan solusi terbaik terhadap doktrin sikap rasional dengan menerima aspek kritisnya.
Sebagai penutup, Karl Popper berkata bahwa, 'Sebuah hipotesishipotesis berasal dari penyangkalan hipotesis sebelumnya, bukan dari pengumpulan bukti-bukti akan sebuah observasi'.
0 Response to "Proses Memperoleh Pengetahuan Sejati menurut Karl Popper"
Post a Comment