pemikiran dan Konsep Politik Para Filsuf Islam Dunia


Para filsuf IsIam dunia telah banyak menghasilkan berbagai karya tak lupa kerya dan pemikiran, konsep tentang politik itu sendiri. Dalam hal kami hanya mengutip banyak dari para filsuf IsIam sebenarnya memiliki pikiran atau konsep politik. Dengan kata lain kami memilih para filsuf berdasarkan kebutuhan yang ingin kami kemukakan dalam postingan ini. 

Berikut adalah beberapa filsuf yang memiliki pendapat, pemikiran maupun konsep tentang ilmu politik itu sendiri. 



1. Al-Farabi

Menurut Al-Farabi, politik memainkan peran etika dan inisiatif, yang erat kaitannya dengan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Al-Farabi memulai pemikiran politiknya dengan membahas asal usul dan penciptaan negara dan kota. 

Menurutnya, masyarakat muncul dari adanya kesatuan antar individu yang saling membutuhkan. Tidak ada seorang pun yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, baik kebutuhan primer maupun sekunder. Oleh karena itu, masyarakat memerlukan peran suatu lembaga yang dapat melindungi apa yang disebut dengan negara. 

Dengan demikian, Al-Farabi berkenaan dengan negara-negara utama identik dengan konsep Plato. Diantaranya, konsep utama negara yang dijelaskan Al-Farabi adalah kebahagiaan dicapai melalui kerja sama antar penduduknya.

Dengan kata lain, negara utama adalah negara yang mempunyai kesadaran kemanusiaan universal, tidak terbatas pada suku dan etnik tertentu dan hanya taat kepada Allah SWT dan tidak menaati orang lain.

Menurut Al-Farabi, negara utama harus dipimpin oleh orang-orang yang memiliki integritas moral dan kecerdasan. Karena tugas seorang pemimpin adalah mengarahkan dan memimpin orang-orang yang dipimpinnya, maka pemimpin memegang peranan yang sangat penting dalam memimpin masyarakat yang dipimpinnya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menunaikan segala tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin serta mampu memimpin masyarakat yang dipimpinnya.

2. Al-Kindi 

Nama lengkap Al Kindi adalah Abu Yusuf Ya'kub bin Ishaq bin Shabbah bin Imran bin Ismail Al-Ash'ats bin Qais Al-Kindi, lahir di Kufah (Irak) pada tahun 801, tepat sekitar masa Daulah Abbasiyah.

Dari segi politik, Al-Kindi tidak menjelaskan secara langsung bagaimana seharusnya sebuah negara didirikan menurut pemikiran Ibnu Abi Rabi, al-Farabi, al-Mawardi, Ibnu Khaldun. Namun yang menarik dari filsafat politik al-Kindi adalah pemikirannya yang menitikberatkan pada etika dan moralitas manusia dalam rangka mencapai kebahagiaan.

Al-Kindi berupaya menghadirkan kebahagiaan bagi orang lain dalam konteks bernegara sebagai masyarakat dan mencegah kesedihan. Menurut al-Kindi, kesedihan adalah penyakit mental yang menghalangi seseorang mencapai kebahagiaan.

3. Al-Mawardi

Al-Mawardi merupakan pendiri politik Islam pendukung kemajuan Bani Abbasiyah, yaitu Imam Al Mawardi. Lahir bersama dengan Al-Hassan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawari al-Bashri, namun lebih dikenal dengan nama Al-Imam Al Mawardi. Lahir di Basra pada tahun 364 SM. Beliau adalah seorang ulama hukum Islam, ahli hadis dan pemikir politik, serta tokoh Syafi'i terkemuka pada abad ke-10, dan merupakan pejabat tinggi pada masa Dinasti Abbasiyah, serta merupakan tokoh yang hidup pada masa kemunduran Dinasti Abbasiyah.

Dalam kitabnya yang terkenal al-Ahkam as-Sulthaniyah ia banyak memaparkan teori-teori politik yang masih valid dan digunakan sebagian umat Islam untuk mengatur berbagai persoalan yang berkaitan dengan politik dan ketatanegaraan.

Dimana Al-Ahkam as-Sulthaniyyah sangat terkenal dan sering dianggap sebagai penafsiran teori politik Islam yang paling benar, khususnya di kalangan Sunni. Dalam sejarah Islam, kitab ini merupakan risalah pertama yang membahas secara rinci bidang politik dan ketatanegaraan.

Menurut Al-Mawardi, gagasan tentang kenegaraan merupakan persoalan yang sangat menarik untuk ditelaah karena banyak tokoh-tokoh zaman dahulu yang mengusulkan sistem kenegaraan yang baik. Salah satu tokoh yang mengusulkan pembentukan negara adalah Mavardi yang merupakan penemu pertama teori politik Islam. Pada awal abad ke-11 M, yakni pada abad ke-5, sebelum para sarjana Barat mengenal teori politik. 

Dalam konsep negara Al-Mawardi, agama memainkan peran kunci sebagai sumber legitimasi realitas politik. Mawadi berupaya menggunakan cita-cita politik yang ditentukan oleh agama untuk mendiskreditkan realitas politik dan mengubah agama menjadi alat untuk membuktikan kegunaan dan legitimasi politik. Dalam pengelolaan negara, Al-Mawardi mengedepankan pendekatan kelembagaan yang memaksimalkan fungsi kelembagaan dan memperkuat struktur negara.

4. Ibnu Arabi

Bernama lengkap Abu Bakar Muhammad ibn al'Arabi al-Hatmi al-Tai, atau lebih dikenal dengan Ibnu Arabi, adalah seorang sufi asal Murcia, Spanyol. Selain itu, Ibnu Arabi juga dikenal sebagai filosof, pemikir sosial, dan guru, oleh karena itu ia disebut Syekh Al-akbar, atau Guru Agung, dan Muhyiddin, atau Kehidupan Beragama. 

Penciptaan Negara

Pemikiran Ibnu Arabi mengenai penciptaan negara dan kota didasarkan pada kecenderungan dasar manusia untuk berkumpul dan bersosialisasi. Tanpa kebutuhan-kebutuhan tersebut, manusia sebagai individu tentu saja tidak akan mampu memenuhinya. 

Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang juga mengedepankan hidup berkelompok dan menetap bersama dalam satu tempat. Menurut Ibn Arabi, proses ini mengarah pada pembentukan kota dan, pada akhirnya, pembentukan negara.

Bentuk Pemerintahan Menurut 
Ibnu Arabi

Di antara berbagai bentuk pemerintahan yang dikemukakan oleh para pemikir politik, termasuk Aristoteles, bentuk negara yang ideal dan terbaik menurut Ibnu Arabi adalah bentuk pemerintahan monarki, yaitu pemerintahan di bawah pimpinan raja sebagai penguasa tunggal.

Ibnu Arabi meyakini hal tersebut karena dengan adanya pemimpin tertinggi akan menjamin stabilitas politik dan terhindar dari kekacauan dan perpecahan, sehingga keadilan, tujuan nasional, dan kepentingan rakyat akan tercapai.

Menurut Ibnu Arabi, beberapa unsur yang harus dipenuhi adalah:

1. Wilayah atau wilayah, 2. Kepala Negara/Raja Presiden. 3. Orang atau masyarakat. 4. Keadilan 5. Pemerintahan. 

5. Ibnu Khaldun

Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman Ibnu Muhammad Ibnu Khaldun. Lahir 27 Mei 1332 di Tunis, Afrika Utara, meninggal 19 Maret 1406 di Kairo, Mesir. Ia adalah seorang cendekiawan Muslim, sejarawan, dan seorang sosiolog yang dianggap sebagai salah satu intelektual terkemuka dalam sejarah Islam.

Tumbuh dalam lingkungan intelektual yang didukung oleh keluarganya, Ibnu Khaldun melanjutkan karirnya di berbagai negara Islam. Ibnu Khaldun dikenal sebagai penulis Muqaddimah, yaitu kitab yang merupakan pengantar karya sejarahnya. 

Ibnu Khaldun mempunyai beberapa pandangan mengenai politik, antara lain: 
 
1. Ashabia
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa asabiyah adalah kunci munculnya sebuah negara. Ashabiyah merupakan konsep filosofis yang didasarkan pada sifat solidaritas kesukuan atau taassub. Ashabiyah dapat diartikan sebagai rasa kebersamaan, solidaritas sosial atau solidaritas kelompok. 
 
2. Kekuatan
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa kekuasaan adalah bagian dari diri manusia yang cenderung menuju kebaikan. Ia juga percaya bahwa kekuasaan adalah hal yang alami bagi manusia karena manusia secara naluriah berusaha untuk hidup dalam masyarakat.

3. Negara
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa negara merupakan kebutuhan masyarakat untuk menghentikan ketidakadilan. Namun, ia juga berpendapat bahwa negara itu sendiri adalah sebuah ketidakadilan, karena negara berarti kekerasan. 
 
4. Teori siklus
Ibnu Khaldun memiliki teori siklus yang mendefinisikan naik turunnya kekuasaan berdaulat. Teori ini berasumsi bahwa kekuasaan berdaulat ibarat organisme hidup yang lahir, tumbuh, matang, dan mati. 

6. Ibnu Rusyd

Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd. Lahir di Cordoba, Andalusia pada tahun 1126. Ia memiliki banyak keahlian di berbagai bidang seperti kedokteran, astronomi, fisika, bahkan pernah menjabat sebagai juri.

Ibnu Rusyd adalah seorang filosof Islam yang menjadi terkenal sebagai komentator Aristoteles, itulah sebabnya ia dijuluki Komentator. Namun dalam bidang politik, ia justru mengulas pemikiran-pemikiran mengenai evaluasi gagasan-gagasan politik Plato.

Dalam dunia politik, Ibnu Rusyd merekonstruksi pemikiran politik metodologis Plato dan menciptakan bangunan pemikiran politik yang ilmiah, realistis, dan responsif. Ibnu Rusyd mengusung konsep demokrasi, sebuah sistem yang diyakininya lebih sesuai dengan hukum dasar sifat manusia. 

Sebagai implementasi dari gagasan demokrasi yang diusungnya, Ibnu Rusyd mengajukan konsep “kedaulatan rakyat” (al-siyadah), yang mencakup tiga prinsip dasar demokrasi, yaitu kebebasan atau kemerdekaan (al-hurriyah), kesetaraan ( al-musawah) dan keberagaman (pluralisme).



0 Response to "pemikiran dan Konsep Politik Para Filsuf Islam Dunia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel